JAKARTA - Bayangkan dunia di mana Anda bisa menemukan informasi hanya dengan melingkari gambar di layar ponsel. Atau menghapus objek yang mengganggu dari foto liburan hanya dengan satu sentuhan. Dunia itu bukan masa depan jauh, melainkan kenyataan hari ini, berkat kemajuan teknologi kecerdasan buatan (AI) di genggaman kita.
Beberapa tahun terakhir,
Presiden Samsung Electronics Indonesia, Harry Lee, menyatakan, bahwa AI telah berkembang
begitu cepat di industri smartphone.
Teknologi ini bukan lagi hanya milik ilmuwan atau perusahaan besar. AI kini
hadir di tangan jutaan orang, membantu mereka bekerja lebih efisien, berkreasi
lebih bebas, dan berinteraksi lebih mudah.
“Kami di Samsung menyaksikan langsung
transformasi ini. Saat meluncurkan fitur Circle to Search with Google di Galaxy
S24 Series, kami melihat antusiasme luar biasa. Bayangkan, cukup dengan
melingkari objek di layar, pengguna bisa langsung mendapatkan informasi. Dalam
beberapa bulan pertama saja, fitur ini digunakan oleh 92 persen pengguna. Bukan
sekadar angka, ini adalah bukti bahwa masyarakat menginginkan teknologi yang
praktis, cepat, dan relevan,” ungkap dia, Minggu (4/5/2025).
Namun, tak semua orang
punya akses ke teknologi seperti itu. Di masa lalu, fitur AI hanya ada di
perangkat premium yang tak semua orang mampu miliki. “Inilah paradigma yang
kami ingin ubah. Melalui Galaxy A56 5G, Galaxy A36 5G, dan Galaxy A26 5G, kami
membawa teknologi AI ke lebih banyak kalangan. Ini bukan hanya soal penjualan,
tapi komitmen untuk mengurangi kesenjangan digital dan membuka peluang lebih
luas,” jelas Harry Lee.
Generasi muda, terutama
Gen Z, kata Harry Lee, jadi aktor utama dalam gelombang adopsi AI. Teknologi AI
di smartphone tidak lagi sebatas
produktivitas, kini menjadi pendorong kreativitas. Khususnya bagi generasi muda
yang sangat aktif di media sosial.
Melalui fitur seperti
Best Face dan Auto Trim yang kini hadir di Galaxy A56 5G, serta fitur Object
Eraser yang sudah tersedia di Galaxy A56 5G, Galaxy A36 5G, dan Galaxy A26 5G,
Samsung memberikan solusi cerdas yang memungkinkan pengguna mengekspresikan
diri dengan lebih praktis dan cepat, tanpa memerlukan perangkat lunak tambahan.
“Ini adalah bentuk nyata
bagaimana teknologi kami mendukung gaya hidup digital yang serba dinamis dan
ekspresif. Tapi inovasi tidak hanya soal fitur. Bagi kami, inovasi sejati
adalah memahami apa yang benar-benar dibutuhkan pengguna. Riset dan
pengembangan AI kami berfokus pada kehidupan sehari-hari, bagaimana teknologi
bisa memperlancar multitasking, menghemat daya baterai, hingga bermain game dan
produktivitas jadi lebih nyaman,” ungkapnya.
Pihaknya sadar,
pendekatan lokal itu penting. Di Indonesia, Samsung terus meningkatkan
kandungan lokal dalam produknya. Tak hanya karena regulasi Tingkat Komponen
Dalam Negeri (TKDN) yang mensyaratkan minimal 35 persen untuk perangkat 4G dan
5G. Tetapi, karena percaya bahwa teknologi harus menjadi motor penggerak
kemandirian industri nasional.
Hari ini, Galaxy A26 5G
mencapai TKDN 40,3 persen. Galaxy A56 5G dan Galaxy A36 5G masing-masing 39,6
persen. Ini bukan sekadar memenuhi aturan, tapi upaya konkret untuk memperkuat
ekosistem teknologi Indonesia.
Sejak 2015, pabrik
Samsung di Cikarang berdiri menjadi bukti nyata komitmennya. Selain menciptakan
lapangan kerja, pabrik ini mempercepat distribusi produk ke seluruh Indonesia
tanpa bergantung pada pasokan luar negeri.
Keberadaan Samsung
Research Institute Indonesia (SRIN) juga menjadi rumah bagi para talenta muda
yang mengembangkan aplikasi lokal seperti Samsung Gift Indonesia (SGI), sebagai
aplikasi penyedia berbagai free-gift
bagi pengguna Samsung telah diunduh lebih dari 100 juta kali.
AI bukan lagi teknologi
eksklusif. AI adalah alat untuk membuat hidup lebih mudah, menyenangkan, dan
produktif. “Dan kami yakin, ketika teknologi dikembangkan dengan pemahaman
mendalam terhadap pengguna, ia bisa menjadi kekuatan transformatif yang merata
bukan hanya untuk sebagian orang, tapi untuk semua,”pungkasnya. (*/adv)